Minggu, 16 Mei 2010

Fiqh: Jilbab oh jilbab

JILBAB
Antara Mode, budaya dan Kesadaran Beragama

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. AL-AHZAB 33).

Hal yang pertama saya rasakan ketika pada suatu kesempatan yang mengharuskan saya untuk menetap di Kota Yogya selama beberapa bulan adalah rasa nyaman, senyaman Yogya 12 tahun yang lalu, meskipun terasa lebih gerah dibanding daerah asal saya, Purwokerto. Ya, karena 12 tahun silam keadaan juga mengharuskan saya untuk menetap di kota ini selama beberapa bulan. Belum banyak perubahannya, cuma jumlah penduduk yang tambah padat kelihatannya, jalan raya yang semakin ramai dengan sepeda motor dan kendaraan bermesin lainnya, tak ketinggalan kendaraan becak dan delman yang sampai saat ini masih dipertahankan sebagai alat transportasi masyarakat Yogya.
Yogyakarta yang dikenal sebagai kota tujuan wisata dan sekaligus kota pelajar secara tak terelakkan menjadi tempat bertemunya berbagai macam budaya dan adat kebiasaan dari seluruh nusantara, bahkan mancanegara yang dibawa para wisatawan atau pelajar dan mahasiswa yang berkunjung, menetap tinggal di kota ini dalam rangka menuntut ilmu.
Pertemuan berbagai budaya mau tidak mau saling mempengaruhi budaya masing-masing bahkan menciptakan budaya baru, tak terkecuali dalam hal berpakaian.
Islam mengharuskan penganutnya yang berjenis kelamin perempuan untuk menutup seluruh tubuhnya dengan pakaian, seperti halnya perintah Allah Swt pada Surat Al-Ahzab 33 di atas.
Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada(1)
Tujuan dari pengharusan berjilbab bagi perempuan mukmin yang pertama adalah supaya mereka mudah dikenali dengan jilbabnya, berbeda dengan wanita kafir yang mengumbar auratnya, maka perempuan mukmin diharuskan menutup seluruh tubuhnya.
Seorang perempuan mukmin (mukminat) akan mudah dikenali meski dari jauh, dan salah satu dari tanda keimanannya adalah mengenakan jilbab. Tujuan yang kedua adalah supaya kaum mukminat lebih merasa aman dari gangguan, karena secara naluri manusia mempunyai rasa ketertarikan terhadap lawan jenisnya, tertarik karena mengikuti ajakan syahwat dengan melihat pemandangan di depannya atau ketertarikan yang dibalut dengan rasa hormat dan keimanan.
Pada saat sekarang kebebasan bergaul terasa sangat longgar, norma-norma agama telah banyak ditinggalkan, dan nafsu menjadi panglima dalam kehidupan sehari-hari.
Patut disyukuri dewasa ini semakin banyak para perempuan yang mengenakan jilbab ketika bekerja, sekolah , kuliah atau kondangan dan ta’ziah, hanya saja belum bisa maksimal sesuai dengan yang diharapkan dari dasar pengharusan berjilbab. Sebagian perempuan mukmin telah berjilbab dengan penuh kesadaran bahwa itu merupakan keharusan agama yang bertujuan untuk kebaikan penganutnya, namun sebagian yang lain masih beranggapan bahwa pakaian apakah itu jilbab, celana, kaos dan lainnya hanyalah sarana pelengkap supaya bisa tampil gaya dan modis.
Maka tidak heran pada suatu saat ketika saya makan pagi disebuah warung tidak jauh dari tempat saya tinggal di Yogjakarta dan masih satu kompleks dengan salah satu perguruan tinggi swasta dibawah yayasan sebuah organisasi massa Islam di bumi nusantara ini, saya melihat tiga gadis sedang makan pagi pula, kalau secara sekilas orang desa seperti saya (dan mungkin umumnya orang desa) akan berpikir bahwa tiga gadis tersebut bukanlah gadis baik-baik, bagaimana tidak? Tiga orang gadis dengan rambut bersemir merah, memakai t-shirt dan celana pendek ketat di atas lutut, bahkan salah satu dari mereka bercelana pendek dan saking pendeknya hampir sampai pangkal paha, innalillahi…
Beberapa hari kemudian ketika saya sedang makan pagi, masih di warung yang sama, masuk tiga gadis berjilbab berjalan dengan anggun, sambil menenteng tas kuliah dan membopong setumpuk kertas-kertas, sekilas terlihat logo pergutuan tinggi swasta di kompleks saya menginap. Sepertinya saya pernah melihat mereka, ketiga gadis tersebut kebetulan duduk di depan meja tempat makan saya sehingga dengan jelas dapat pembicaraan yang sedang mereka bahas, tanpa bermaksud menguping, tapi karena warung yang tidak begitu besar dapat dipastikan semua yang ada disitu dapat mendengarkan pembicaraan mereka, bimbingan skripsi dengan dosen, ya..itu topik yang sedang mereka bicarakan, pagi itu tepat pukul 09.00 WIB mereka harus menghadap pembimbing secara bergantian.
Memang saya pernah melihat mereka, tiga gadis yang sama beberapa hari lalu, sekarang dengan tampilan yang berbeda. Pikiran saya berkecamuk…seperti baru tersadar saya bertanya dalam hati…fenomena apa ini? Berangkat kuliah dengan pakaian sangat sopan dan anggun, namun ketika kembali ke rumah kost segera berubah penampilan dengan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar